Sunday, December 20, 2009

Karbonisasi

Proses karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan pemanasan secara langsung dalam tungku Beehive yang berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.

Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak langsung atau sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara ditempatkan pada ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar (pemanasan tak langsung). Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana, gas hidrogen dan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.

Contoh Lainnya

Salah satu metoda alternatif penanganan pengelolaan sampah dengan skala kecil dapat diterapkan di tingkat RT/ RW, Kelurahan dan Kecamatan dengan pola pembakaran berteknologi (Incinerator Mini). Pada prinsipnya sampah dapat dikelola dengan pembakaran yang ramah lingkungan, meskipun terkadang kita belum bisa menerima teknologi ini, karena masih menganggap biaya mahal dan anggapan sementara masih mempunyai dampak lingkungan. Penulis mengajak marilah kita mencoba untuk “ Berfikir Global – namum Bertindak Lokal “ artinya kita dapat melihat majunya teknologi tetapi kita dapat melakukan yang ada dihadapkan kita ada, salah satu pilihannya yaitu dengan teknologi pembakar sampah “ pilot project ” skala kecil atau sedang yang telah diproduksi di Indonesia.
Teknologi incinerator ini adalah salah satu alat pemusnah sampah yang dilakukan pembakaran pada suhu tinggi, dan secara terpadu dapat aman bagi lingkungan sehingga pengoperasian nya pun mudah dan aman, karena keluaran emisi yang dihasilkan berwawasan lingkungan dan dapat memenuhi persyaratan dari Kementerian Lingkungan Hidup sesuai dengan Kep.Men LH No.13/ MENLH/3/1995.
Keuntungan dari incinerator mini ini adalah :
a) tidak diperlukan lahan besar,
b) mudah dalam pengoperasian,
c) hemat energi (minyak tanah),
d) temperatur tidak terlalu tinggi ( 800/ 1.1000 C ),
e) tidak terdapat asap sisa pembakaran yang akan mencemari lingkungan,
f) tidak bising dan kemasan kompak per unit,
g)tidak menimbulkan panas pada tabung pembakar,
h) serta sisa abu dapat dimanfaatkan menjadi produksi batu bata/ bataco.
Sistem pengelolaan sampah yang terdapat di beberapa Kabupaten/ Kota dapat menerapkan dan menggunakan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang dengan pola pengelolaan pembakaran (Incinerator mini) yang penempatannya tidak memerlukan lahan yang luas di perkotaan, penempatan incinerator ini dapat dilakukan

di ruang/ lahan yang relatif tidak luas (cukup 6 x 10) seperti di TPS – TPS, lingkungan RW, Kelurahan dan Kecamatan atau disesuaikan dengan kebutuhan sampah yang akan dibakar. Spesifikasi :
Spesifikasi dari Incinerator dengan kapasitas kecil, sedang dan besar dapat dibuat tergantung dari kebutuhan di Indonesia, dan timbulan sampah yang dihasilkan selanjutnya dapat diproses/ dibakar pada tungku bakar sesuai kapasitasnya. Kapasitas Incinerator :
Sebagai contoh untuk dapat melaksanakan pembakaran sampah per hari mencapai 32 ton (eqivalen 9 truk @ 3 – 4 ton), maka volume nya sekitar 130 m3 dengan asumsi proses pembakaran dapat dilakuka 6 – 8 kali/ hari Residu Abu, Panas dan Energi Listrik :
Abu pembakaran yang terjadi dalam tungku pembakar utama akan terkumpul dalam ruang pengumpul abu, dimana abu tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pencampur pembuatan “ bataco “ sedangkan panas yang dihasilkan pembakaran dari ruang bakar dua dapat dimanfaatkan sebagai pemanas air mandi yang dialirkan ke rumah tangga, dengan tambahan unit coverter energi pembangkit yang akan menghasilkan listrik. Proses Incinerator :
Incinerator dilengkapi mesin pembakar dengan suhu tinggi yang dalam waktu relatif singkat mampu membakar habis semua sampah tersebut hingga menjadi abu. Pembakaran sampah ini digunakan dengan sistim pembakaran bertingkat (double chamber), sehingga Emisi yang melalui cerobong tidak berasap dan tidak berbau, dan menggunakan sitem cyclon yang pada akhirnya hasil pembakaran tidak memberikan pengaruh polusi pada lingkungan.
Pemilihan incinerator yang akan digunakan disesuaikan dengan keadaan lingkungan, jenis dan komposisi sampah, serta volume sampah, sehingga dapat dilakukan secara lebih efisien baik prosesnya maupun transportasi dan tenaga operasionalnya, serta pula penggunaan lahan lebih efisien. Meminimalkan sampah yang berukuran besar dan berat untuk dapat dipilah masuk ke dalam tempat tersendiri.

Untuk menjaga kesempurnaan pembakaran di incinerator dan mencegah kerusakan pada dinding pembakar, maka Gelas dan Logam tidak ikut dibakar. Volume sampah yang berlebihan diatas mungkin tercecer (tumpah keluar) sehingga menurunkan efesiensi pemilihan. Oleh karenanya pada lokasi pembakaran perlu disediakan tempat, dan bila diperlukan diadakan pengaturan pemulung yang akan menangani pemilahan sampah dengan baik, “ Sangat memungkinkan terjadi perebutan lahan kerja dari pemulung dan akan menjadikan friksi-friksi sosial ”. Ruang Bakar Utama :
Dalam ruang bakar utama proses karbonisasi dilakukan dengan
“ defisiensi udara “ dimana udara yang dimasukan didistribusikan dengan merata kedasar ruang bakar untuk membakar karbon sisa. Gas buang yang panas dari pembakaran, keluara dari sampah dan naik memanasinya sehingga mengasilkan pengeringan dan kemudian membentuk gas-gas karbonisasi. Sisa padat dari pembentukan gas ini yang sebagian besar terdiri atas karbon, dibakar selama pembakaran normal dalam waktu pembakaran.
Pada ruang bakar ini secara terkontrol dengan suhu 8000 – 1.0000 C dengan sistem close loop sehingga pembakaran optimal. Distribusi udara terdiri dari sebuah Blower radial digerakan langsung dengan impeller, dengan casing almunium dan Motor Listrik, lubang masuk udara dari pipa udara utama didistribusikan ke koil. Ruang Bakar Tingkat Kedua :
Ruang bakar tingkat kedua dipasang diatas ruang bakar utama dan terdiri dari ruang penyalaan dan pembakaran, berfungsi membakar gas gas karbonisasi yang dihasilkan dari dalam ruang bakar utama. Gas karbonisasi yang mudah terbakar dari ruang bakar utama dinyalakan oleh Burner Ruang Bakar Dua, kemudian dimasukan udara pembakar, maka gas-gas karbonisasi akan terbakar habis.
Selama siklus pembakaran bahan bakar yang mudah terbakar dari gas karbonisasi suhunya cukup tinggi untuk penyalaan sendiri, dan ketika karbonisasi selesai maka Ruang Bakar Dua bekerja seperti sebuah after burner, yaitu mencari, gas-gas yang belum terbakar kemudian membawanya kedalam temperatur lebih tinggi sehingga terbakar sampai habis, dimana suhunya mencapai 1.1000 C dengan sistem close loop sehingga optimal. Pemasukan sampah ke ruang pembakaran dilakukan secara manual atau menggunakan lift conveyor.

Panel Kontrol Digital :
Diperlukan suatu panel kontrol digital dalam operasionalnya untuk setting suhu minimum dan maksimum didalam ruang pembakaran dan dapat dikontrol secara “ automatic “ dengan sitem close loop. Pada panel digital dilengkapi dengan petunjuk suhu, pengatur waktu (digunakan sesuai kebutuhan), dan dilengkapi dengan tombol pengendali “burner dan “blower” dengan terdapatnya lampu isarat yang memadai dan memudahkan operasi. Cerobong Cyclon :
Cerobong cyclon dipasang setelah ruang bakar dua, yang bagian dalamnya dilengkapi water spray berguna untuk menahan debu halus yang ikut terbang bersama gas buang, dengan cara gas buang yang keluar dari Ruang Bakar Dua dimasukan melalui sisi dinding atas sehingga terjadi aliran siklon di dalam cerobong,. Gas buang yang berputar didalam cerobong siklon akan menghasilkan gaya sentripetal, sehingga abu yang berat jenisnya lebih berat dari gas buang akan terlempar kedinding cerobong siklon.
Dengan cara menyemburkan butiran air yang halus kedinding, maka butiran-butiran abu halus tersebut akan turun kebawah bersama air yang disemburkan dan ditampung dalam bak penampung. Bak penampung dapat dirancang tiga sekat, dimana pada sekat pertama berfungsi mengendapkan abu halus, pada bak selanjutnya air abu akan disaring, dan air ditampung dan didinginkan pada sekat ketiga, siap untuk dipompakan ke cerobong siklon kembali.
Burner dan Blower :
Incinerator dilengkapi dengan 2 sistem pembakaran yang dikendalikan secara otomatis. Burner yang digunakan dapat menghasilkan panas dengan cepat, serta dilengkapi dengan blower untuk mempercepat proses pembakaran hingga mampu menghasilkan panas yang tinggi.

UJI LAINNYA UNTUK KARBONISASI

Karbonisasi adalah proses pemanasan batubara pada temperatur beberapa ratus derajat untuk menghasilkan material-material:

  1. Padatan yang mengalami pengayaan karbon yang disebut coke.
  2. Larutan yang merupakan campuran hidrokarbon “tar” dan amoniacal liquor.
  3. Hidrokarbon lain dalam bentuk gas yang didinginkam ke temperatur normal.

1. Free Swelling Index:

Tes ini dilakukan untuk menentukan angka peleburan dengan cara memanaskan sejumlah sampel pada temperatur peleburan normal (kira-kira 800°C). Setelah pemanasan atau sampai semua semua volatile dikelurkan, sejumlah coke tersisa dari peleburan. Swelling number dipengaruhi oleh distribusi ukuran partikel dan kecepatan pemanasan.

2. Tes karbonisasi Gray-King dan tipe coke:

Tes Gray-King menentukan jumlah padatan, larutan dan gas yang diproduksikan akibat karbonisasi. Tes dilakukan dengan memenaskan sampel didalam tabung tertutup dari temperatur 300°C menjadi 600°C selama 1 jam untuk karbonisasi temperatur rendah atau dari 300°C menjadi 900°C selama 2 jam untuk karbonisasi temperatur tinggi.

3. Tes Karbonisasi Fischer:

Prinsipnya sama dengan metode Gray-King, perbedaan terletak pada peralatan dan kecepatan pemanasan. Pemanasan dilakukan di dalam tabung alumunium selama 80 menit. Tar dan liquor dikondensasikan ke dalam air dingin. Akhirnya didapatkan persentase coke, tar dan, air sedangkan jumlah gas didapat dengan cara mengurangkannya. Tes Fischer umum digunakan untuk batubara rank rendah (brown coal dan lignit) untuk karbonisasi temperatur rendah.

Data perbandingan Tes Gray-King dan Fischer:

4. Plastometer Gieseler:

Plastometer Gieseler adalah viskometer yang memantau viscositas sampel batubara yang telah dileburkan. Dari tes ini direkam data-data sbb:

  1. Initial softening temperature.
  2. Temperatur viscositas maksimum
  3. Viskositas maksimum.
  4. Temperatur pemadatan resolidifiation temperatur.

5. Indeks Roga:

Indeks Roga menyatakan caking capacity. Ditentukan dengan cara memanaskan 1 gram sampel batubara yang dicampur dengan 5 gram antrasit pada 850°C selama 15 menit.

6. Tes lain yang dilakukan:

Biasanya dilakukan untuk menentukan:

  1. Komposisi kimia (analisis proksimat, total belerang, analisis abu,dll)
  2. Parameter fisik (distribusi ukuran, densitas relatif)
  3. Uji kekuatan.
  4. Tes Metalurgi.